2022.

Bambang Irawan
3 min readDec 31, 2022

--

Di umur ke-27 dan tahun 2022 ini, saya mulai mengakrabkan diri dengan kegagalan, menenggaknya dengan perlahan lalu membiarkan saripatinya meresap jauh ke dalam relung tubuh, lalu seiring dengan waktu mulai berpudar jauh di kedalaman rongga dan pembuluh darah, lalu saya move on dan kembali menjalani kehidupan seperti biasa. Begitulah reaksi tubuh ini menghadapi kenyataan pahit yaitu kegagalan. Beberapa kali dalam tahun ini saya merasakan pengalaman itu, namun dengan cepat juga saya bisa berdamai dengan itu dan mendapatkan keberhasilan di tempat lain yang tak diduga-duga.

Berdamai dengan kegagalan adalah sesuatu yang saya idam-idamkan sejak lama. Namun pada akhirnya waktulah yang menentukan. Perlahan, segala kesulitan di 2022 ini saya jalani dengan bahagia, sembari menghitung nikmat Tuhan lain yang begitu banyaknya; keluarga dan pacar yang super baik, teman-teman yang menyenangkan hingga kantor yang sangat kondusif dan suportif sehingga untuk pertama kali dalam 5 tahun bekerja saya mendapatkan beberapa penghargaan. Selain itu, fisik saya secara umum di tahun ini jauh lebih baik dengan rutin lagi bermain tenis dan berlatih kardio di kostan. Semuanya membuat suasana hati yang penuh di tengah-tengah kegagalan di tahun ini. Hobi saya yang saya kembangkan selama pandemi yaitu memotret menggunakan kamera analog juga saya lanjutkan dengan hasil memuaskan hingga vakum motret di pertengahan tahun karena kamera tiba-tiba rusak.

Salah satu hal menyenangkan yang saya lakukan di 2022 ini adalah mulai membaca buku-buku bagus lagi, dan mendengarkan musik-musik yang enak dari musisi yang baru merilis album pasca-pandemi. Hal-hal kecil yang membuat hati saya merasa nyaman di sela-sela kesibukan kantor.

Banyak resolusi yang sudah saya canangkan untuk tahun 2023. Bisa saja saya akan meraih apa yang saya inginkan dengan tekad dan doa yang maksimal. tapi bukan hari ini, belum tentu juga besok.

Oh iya, di tulisan ini saya ingin menuliskan resensi singkat buku-buku favorit saya di tahun 2022. Awalnya ingin sekalian buat dengan album dan artikel terbaik, namun jam dinding sebentar lagi akan menyentuh angka dua belas alias kalau diteruskan, tulisan ini akan terbit di 2023. Alias mager bikinnya. See you in 2023.

Buku Favorit 2022:

Hari-hari yang mencurigakan — Dea Anugrah

Sudah sejak lama saya ikuti Dea Anugrah di Twitter karena kiprahnya di Asumsi dan Kumparan, namun baru kali ini saya beli bukunya. Lumayan kaget saat menjumpai banyak konten “vulgar” alias bikin ngaceng (ngakak kenceng). Namun “Hari-hari yang Mencurigakan” sangat menyenangkan sebagai novel yang tak terlalu tebal dan dengan alur cerita yang ringan.

Kita Bisa Menulis — Riza Almanfaluthi

Buku ini saya dapatkan langsung dari penulisnya ketika saya mengikuti forum yang beliau isi juga sebagai pemateri. Sebagai senior sejawat di instasi yang sama, saya banyak belajar tentang kepenulisan di buku ini. Ditulis dengan ringan, mengalir, dan isinya daging semua. Tapi beda dari daging murah yang banyak gajihnya, “Kita Bisa Menulis” isinya daging betulan yang sudah dipresto dengan tingkat kematangan sempurna.

Kenapa Kita Tidak Berdansa? — Dea Anugrah

Kalau “Hari-hari yang Mencurigakan” lebih banyak bikin ngakak, “Kenapa Kita Tidak Berdansa” lebih bikin saya berpikir tentang hidup, merenungkan tentang apa saja yang sudah saya lakukan di hidup ini. Kumpulan tulisan Dea Anugrah selama dia aktif jadi wartawan hingga sekarang berkiprah di Kumparanplus ini sangat layak menjadi pembelian terbaik di tahun ini.

Cerita -Cerita Jakarta

Sudah lama saya mengidam-idamkan membeli buku kumpulan cerpen yang bagus, dan “Cerita-Cerita Jakarta” adalah salah satunya. Meskipun tidak lama saya tinggal di sana (itupun di Bintaro), kenangan tentang Jakarta sangat kuat melekat di benak saya. Buku ini merekam dengan sempurna perasaan-perasaan hangat tentang Jakarta.

Semasa — Teddy W. Kusuma & Messy Ang

Beli buku ini sebenarnya karena sepaket dengan Cerita-Cerita Jakarta dari penerbit yang sama. Namun buku yang tipis ini cukup membuat saya senang dengan penceritaan dinamika kehidupan sebuah keluarga yang ringan namun hangat.

--

--

Bambang Irawan
Bambang Irawan

Written by Bambang Irawan

what is lost shall never be found.

No responses yet